Ini lah 3 tradisi unik membangun kan sahur yang cuma ada di Indonesia

 


Selama Ramadan, ada banyak tradisi khas nusantara yang memeriahkan bulan puasa. Salah satunya adalah tradisi unik membangungkan sahur.

Tradisi Indonesia bangun subuh sudah bukan tradisi asing. Tradisi unik ini berkembang di daerah Indonesia dan menjadi ciri khas daerah tertentu.

Tradisi sahur di Indonesia sangat meriah karena melibatkan banyak orang, terutama anak-anak. Walaupun hanya menggunakan alat sederhana

Kunjungi:Link mengenai sesuatu bakat anak-anak 

1. Tradisi Ngarak Beduk

Tradisi bangun bedug ngarak sahur ini berasal dari masyarakat Betawi di sekitar Jakarta. Tradisi ngarak kendang atau beduk sahur dilakukan secara berkelompok, baik oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Gerobak dengan genderang yang berisik ditarik sambil dipukul. Seringkali, kelompok adat yang menginspirasi tradisi juga membawa lonceng, rebana, dan lonceng kecapi, yang membuatnya semakin menarik
Mereka juga tidak lupa menyanyikan lagu-lagu daerah dan menari untuk membangunkan masyarakat hingga subuh. Tradisi ngarak beduk merupakan salah satu tradisi Betawi yang dipengaruhi oleh budaya Tionghoa.

Sayangnya, saat ini tradisi membuat gendang semakin berkurang dan jarang dilakukan oleh masyarakat Betawi.

2. Tradisi Koko’o Suhuru

Koko’o Suhuru atau ketuk sahur adalah tradisi membangunkan warga dengan menggunakan barang bekas dan diiringi lagu-lagu daerah. Tradisi ini masih dipertahankan oleh orang tua hingga remaja di Gorontalo.

Tradisi bangun subuh ini diturunkan dari generasi ke generasi. Kemudian, saat Ramadhan tiba, berkembang menjadi tradisi khas Gorontalo.

Mereka biasanya menyanyikan lagu Hulontalo Lipu’u dengan irama khas stok lama. Warga bermain di jalan untuk membangunkan sahur warga.

beberapa menyebut selain menyanyikan lagu daerah, mereka juga menyanyikan lagu Idul Fitri di Indonesia bahkan menciptakan lagu sendiri “Menunggu Sahur”. Kelompok sarapan selalu disambut hangat oleh penduduk setempat.

3. Tradisi Dengo-Dengo

Masyarakat Bungku, ibu kota Kabupaten Morowali di Sulawesi Tengah, memiliki tradisi bangun tidur dengan sahur yang mereka sebut dengan “Dengo-Dengo”. Dengo-dengo sendiri berarti tempat peristirahatan dalam bahasa Indonesia.

Dengo-Dengo adalah bangunan setinggi sekitar 15 meter. Gunakan bambu sebagai tiang, bentangkan papan berukuran 3×3 meter persegi, dan tebarkan daun sagu.

Dengo-dengo didirikan atas gotong royong warga sebelum Ramadhan tiba. Dengo-Dengo sudah ada di Bungku sejak awal masuknya Islam sekitar abad ke-17.

Sejak munculnya tradisi Deng Ge Deng Ge, hal itu dimaksudkan untuk memanggil masyarakat agar bangun subuh. Bangunan ini juga dilengkapi dengan gong, gendang dan rebana yang dihadiri oleh sekitar 8 warga.

Ada Dengo-Dengo di hampir setiap lingkungan. Di malam hari, Dengo-Dengo berfungsi sebagai tempat istirahat untuk berbuka puasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mengenal slf rekanusa

persyaratan tentang slf

Bahaya struktural dalam audit bangunan